KBRN, Jakarta: Kementerian Pertanian (Kementan) menerapkan kegiatan vaksinasi secara menyeluruh pada hewan ternak. Ini sebagai strategi pengendalian penyakit antraks di Indonesia pada 2023.
"Antraks bukan penyakit yang bisa dibebaskan, jadi tidak pembebasan suatu wilayah terkait antraks. Melainkan hanya bisa dikendalikan karena dia membentuk spora di tanah dan lingkungan," kata Direktur Kesehatan Hewan Kementan Nuryani Zainudin, Kamis (6/7/2023).
Ia mengatakan upaya pencegahan dan pengendalian dilakukan pada sumbernya melalui vaksinasi hewan di area endemi. Termasuk kontrol lalu lintas hewan ternak dari daerah endemi ke daerah bebas, hingga tindakan disposal pada hewan ternak yang terinfeksi.
"Yang terpenting dalam pengendalian antraks adalah meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap bahaya penyakit. Serta meningkatkan surveilans di daerah terancam," ujarnya.
Kementan pada tahun ini telah menyediakan 96 ribu dosis vaksin yang diserahkan ke wilayah provinsi dengan populasi hewan ternak. Di mana dominan melalui dana tugas perbantuan.
Provinsi penerima vaksin yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. Kementan juga mengalokasikan 110 ribu dosis vaksin sebagai cadangan di pemerintah pusat untuk digunakan saat terjadi wabah penyakit hewan seperti yang terjadi di Gunung Kidul, Yogyakarta.
Selain itu kegiatan pengendalian juga dilakukan melalui pengamatan dan identifikasi secara nasional. Ini melalui peran Balai Besar Veteriner yang kini tersedia di 10 wilayah Indonesia.
"Balai veteriner itu melakukan surveilans pengambilan sampel. Ini untuk melakukan deteksi dini terkait lokasi endemi antraks," ucapnya.
"Kementan melaporkan sebanyak 143.795 sapi, 202.555 kambing, dan 11.000 domba di Kabupaten Gunung Kidul masuk dalam kriteria populasi hewan ternak rentan antraks. Jika tidak dilakukan penanganan secara baik maka akan terus berlanjut kasusnya," katanya.